CKSMA B-19 Ummi.. Bapak.. Terimakasih Karena Masih Percaya, Padahal….
Begitulah cuplikan isi surat yang Ali tulis di usia 12 tahun pada saat ia tengah berkonsentrasi menghafal quran di sebuah Pesantren. Begitu haru perasaan saya membacanya, karena bagi saya kalimat itu memberi gambaran sebuah penyesalan diri seorang anak yang pernah berbohong pada orang tuanya. Juga memberi gambaran rasa enggan untuk melakukan kebohongan lagi kepada orang tua yang masih terus menerus percaya padanya meski pernah ia bohongi. Kalimat itu juga memberikan gambaran bahwa diantara kita sedang tidak ada penghalang untuk mengakui kesalahan di masa lalu. Entah apa yang terjadi di Pesantren sehingga mendorongnya untuk menuliskan itu pada kami. Hanya doa keberkahan yang dapat kami panjatkan bagi siapapun para guru yang menjadi perantara hidayah anak-anak kami.Ada satu masa saat kami belum bersemangat mencari ilmu pengasuhan anak, kami merespon kebohongan Ali pertama kali dengan tangisan histeris kekecewaan sambil memeluknya dengan erat. Sambil terus mempererat pelukan saya berteriak “kenapa kamu bohong??? kenapa kamu harus bohong sama ummi? Kenapa anak ummi yang sholih harus bohong??” Peristiwa itu adalah kali pertamanya saya marah pada Ali dengan suara meninggi. Saat itu ia berusia 7 tahun. Namun sejak peristiwa itu, kami malah menemukannya berkali-kali takut untuk berkata jujur kepada kami.Lalu saya pun mengingat masa lalu saya. Keadaan seperti apa yang membuat saya memilih berbohong dihadapan orang tua. Saya pun teringat, bahwa semakin keras orang tua saya menentang, semakin takut bagi saya berbuat jujur dihadapan mereka. Sekali saya berbohong, maka saya akan menutup kebohongan dengan kebohongan lain.Kami tidak ingin hal ini terulang pada anak-anak kami. Kami tidak ingin anak-anak memiliki perasaan takut untuk mengakui kesalahan mereka dihadapan kami. Kami tidak ingin anak-anak enggan untuk terbuka dengan keadaan mereka kepada kami. Kami ingin hadir bagi mereka sebagai orang tua yang memahami perasaan mereka, menghargai pendapat mereka, menanti proses kedewasaan mereka, serta menerima kesalahan-kesalahan mereka sebagai bagian dari perjalanan kehidupan mereka.
Kami tidak ingin kemarahan kami dalam hal-hal yang tidak kami sepakati dengan mereka, membuat kami kehilangan kesempatan untuk menggali hikmah dibalik kesalahan dan kegagalan yang dialami anak-anak kami. Karena keberkahan dari sebuah kegagalan adalah bagaimana kegagalan tersebut menjadi cambuk bagi kita untuk semakin lebih baik lagi.
Mencoba menyelami perasaan saya sebagai seorang anak, ternyata hal yang sangat penting yang saya butuhkan dari orang tua adalah rasa percaya. Rasa percaya bahwa sesungguhnya saya tidak berniat buruk meski terkadang saya melakukan kekhilafan. Rasa percaya bahwa saya sedang mencoba untuk menyelesaikan persoalan dengan mandiri meski terkadang banyak salah langkah. Rasa percaya bahwa saya telah berusaha melakukan yang terbaik meski kadang belum sempurna. Rasa percaya bahwa saya terus belajar untuk lebih baik meski saat ini hasilnya belum dapat dilihat orang tua. Rasa percaya bahwa perbedaan- pandangan diantara kami adalah upaya-upaya perbaikan dan bukan bentuk pembangkangan. Rasa percaya dari orang tua memberikan energi tersendiri bagi saya untuk terus bangkit dari kegagalan, mempersembahkan yang terbaik sebagai wujud bakti seorang anak kepada orang tua. Namun jika rasa percaya itu hilang, seringkali keikhlasan amal tergoda dan berubah menjadi pembuktian demi pengakuan. Ketika rasa percaya itu hilang, seringkali muncul keinginan untuk menyembunyikan kekurangan dan perbedaan, bahkan ingin menutupi kesalahan-kesalahan.
Setelah menemukannya berkali-kali ragu untuk berkata jujur kepada kami, saya berusaha untuk tidak fokus pada kebohongannya. Saya berusaha mencari tahu akar masalah yang menyebabkan ia banyak melakukan kekhilafan dan memilih untuk berbohong demi menyembunyikan kesalahannya. Setelah berusaha merumuskan akar masalah yang kami temui saat ia berusia 7 tahun dulu, maka didapatlah sebuah kesimpulan bahwa Ali mengalami ketidakcocokan sekolah dengan metode formal. Bersamaan dengan itu, ia pun mengalami kecemburuan karena berkurangnya perhatian sejak saya memiliki adik-adik barunya.
Satu persatu solusi kami tempuh, perbaikan kami lakukan agar mengurangi hal yang menyebabkannya melakukan sesuatu yang tidak sesuai harapan. Sejak saat itu, meski membutuhkan waktu yang cukup panjang, kami barusaha memperbaiki hubungan kami. Kami berusaha untuk tidak menunjukkan kemarahan yang membuat ia takut untuk mengakui kesalahan. Kami berusaha untuk fokus memintanya mengupayakan solusi paska terjadi kesalahan, baru kemudian setelah tenang memintanya untuk mengurai sendiri hikmah dibalik kejadian. Setiap kali selesai menggali hikmah saat ia melakukan kesalahan besar, saya selalu mengatakan padanya “ummi percaya kamu bisa lebih baik lagi”.
Setiap mencurigainya berbohong, kami tetap mengundangnya untuk berkata jujur, sambil mengingatkan tentang bagaimana pandangan Allah terhadap kebohongan dan kejujuran. Kami juga meyakinkan dirinya bahwa kejujuran tetap lebih baik meski konsekuansinya terkadang pahit, sementara kebohongan akan melahirkan kebohongan-kebohongan lain yang membuat keadaan lebih sulit. Kemudian saat ia mengubah perkataannya menjadi sebuah kejujuran, kami memberikan apresiasi atas kejujurannya, lalu fokus memintanya mempertanggungjawabkan kesalahan.
Setelah proses ini kami lalui, perbaikan-perbaikan pun kami temui. Ia lebih terbuka untuk mengatakan hal yang sesungguhnya. Ia pun percaya bahwa kami terus mempercainya dalam menjalani proses pembelajaran sebagai insan manusia. Sehingga kondisinya kini jauh lebih baik. Sejalan dengan itu, komunikasi intim untuk mengetahui perasaan dan pandangannya sebagai seorang anak yang beranjak menjadi baligh sering kami bangun. Alhamdulillah kini Ali lebih memilih untuk mengungkapkan kesalahan dengan penuh kejujuran meski dengan wajah merasa bersalah dan penuh rasa menyesal dibanding memilih berbohong untuk kepentingan sesaat.
Kiki Barkiah
Dari seorang ibu yang mengejar ketertinggalan atas kesalahan-kesalahan di masa lalu
Agar Dirimu Menjadi Ibu Tangguh
Ibu tangguh…
Pantang mengeluh!!
Ibu tangguh….
Bersungguh-sungguh!!
Agar Dirimu Menjadi IBU TANGGUH
I – Ingatlah bahwa kontrak amanah kita sebagai seorang ibu adalah kepada Allah, bukan kepada suami, atau kepada anak. Baik atau tidaknya sikap suami, lapang atau tidak lapangnya nafkah suami, dukung atau tidak dukungnya suami, bantu atau tidak bantunya suami, tidak akan mempengaruhi persembahan terbaik kita dalam menjalankan amanah kita sebagai seorang ibu. Begitu juga kepada anak, apapun kekurangan dan kelebihan yang dimiliki anak, tidak akan mempengaruhi kasih sayang dan persembahan terbaik pengasuhan kita kepada mereka.
B-Berbagilah segala keluh kesah dan perasaanmu kepada Allah. Hanya Allah yang paling tau hasil akhir dari segala cerita yang kita jalani. Hanya Allah pula yang paling tau jalan pencerahan termudah dari setiap permasalahan yang kita hadapi. Hanya Allah pula yang mampu melipatkgandakan kemampuan, kekuatan, dan kesabaran kita dalam menjalani setiap permasalahan kehidupan. Hanya Allah pula yang mampu memberi sebaik-baik petunjuk bagi kita.
U- Utamakanlah pandangan Allah meski penduduk langit dan bumi dapat memiliki dari sudut pandang yang berbeda terhadap sesuatu yang kita yakini. Pastikan bahwa keyakinan yang kita miliki adalah bentuk penghambaan kita kepada Allah serta sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan syariah.
T- Tentukan target-target hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan keadaan, bukan sekedar ego dan ambisi pribadi. Ketangguhan bukan berarti memaksakan diri terhadap apa-apa yang belum memungkinkan untuk kita capai saat itu. Ketangguhan adalah keistiqomahan kita mencapai target-target yang bertahap dalam sebuah proses panjang meraih tujuan akhir kehidupan yang terkadang memiliki perbedaan tingkat pencapaian dalam setiap tahapnya.
A- Alokasikan waktu untuk mempertebal kapasitas ketangguhan diri. Baik dari sisi kebutuhan tambahan ilmu, penyucian kembali jiwa, maupun penyegaran kembali raga. Ketangguhan sangat ditentukan oleh kebijaksanaan mengelola dan menambah asupan energi yang kita perlukan. Bagaimana energi tersebut dapat kita atur sedemikian hingga dapat mengantar kita sampai titik akhir tujuan.
N- Nasihat menasihati dalam hal kesabaran dan kebenaran adalah sesuatu yang senantiasa kita butuhkan untuk terus mempertahankan ketangguhan diri. Karena kualitas iman naik turun, semangat diri terkadang menguat dan melemah. Maka nasihat yang terus menerus meski dengan tema yang berulang adalah sebuah kebutuhan bagi mereka yang ingin memiliki ketangguhan diri.
G- Gangguan, hambatan, dan tantangan, adalah bentuk kasih sayang Allah untuk membuat kita melipatgandakan kemampuan diri, mendobrak kapasitas diri yang selama ini belum kita sadari dan meraih derajat yang lebih tinggi. Maka nikmatilah kasih sayang Allah ini, sambil terus berusaha membuktikan kepada Allah bahwa kita adalah hambaNya yang layak untuk dipilih mendapat kebaikan dan perbaikan.
G- Galau, gelisah, ragu, khawatir dan cemas berlebihan, serta perasaan ingin menyerah adalah sekian cara setan untuk menggagalkan manusia meraih cita-cita kebaikan. Segeralah menuju Allah dengan banyak mengingat-Nya agar hati kita kembali tenang. Ingatlah cita-cita akhir yang telah kita pancangkan dan sadarilah bahwa istirahat sebenar-benarnya hanyalah di Surga
U- Unggul sendiri seringkali membuat kita mudah runtuh. Karena kerapuhan-kerapuhan dari orang-orang sekitar kita akan menularkan kerapuhan kepada kita. Maka selain meningkatkan ketangguhan diri, kita perlu membantu meningkatkan ketangguhan orang-orang disekitar kita. Ketangguhan bersama akan membangun ikatan yang saling menguatkan dan semakin memperkuat.
H- Hargailah diri kita dan setiap pencapaian yang kita raih sekecil apapun itu. Bagaimana kita berharap orang lain akan menghargai diri kita jika kita tidak menghargai diri kita. Sadarilah bahwa kita adalah manusia biasa yang bisa lelah dan salah. Bangkit dan teruslah maju walau selangkah demi selangkah. Karena berhenti berbuat kebaikan dan melakukan perbaikan adalah sebuah kehinaan.
Ibu tangguh….
Pantang mengeluh!!!
Ibu tangguh….
Bersungguh-sungguh!!!
Batujajar Jawa Barat
Dari seorang ibu yang berusaha untuk tetap tangguh dan mempertangguh diri
Kiki Barkiah
Tips Menghadapi Balita Stress atau Frustasi
CKSMA B-18 Kalian adalah Kalian dan Masa Depan Kalian adalah Milik Kalian
Tips Menjadi Ibu Tangguh Paska Melahirkan
CKSMA B-17 Ketika Ummi Lupa Menyetting Panggung
CKSMA B-16 Karena Sabar Tak Berarti Tak Berkata “Tidak”
CKSMA B-15 Perhatian! Perhatian! Kurang Perhatian Oh Kurang Perhatian
CKSMA B-14 Selagi Masih Ada Waktu…..
Tiba-tiba saya terkaget, terbangun pukul 11 malam karena deringan telepon rumah. Saya merasa pasti ada berita penting. Saat itu handphone memang mati, dan seseorang yang menelpon ke rumah di malam hari pasti ingin menyampikan pesan penting saat itu juga.
Bapak: “assalamu’alaikum mi tolong bukain pintu!”
Ummi: “wa’alaikumsalam haaaah bukain pintu?”
Bapak: “iya bapak pulang, sekarang diluar”
Saya tidak menduga bapak pulang hanya karena ada libur tahun baru Muharram. Tidak ada rencana pulang ke Bandung karena libur hanya satu hari.
Kejutan pagi hari bagi anak-anak adalah kedatangan sang ayah yang diluar rencana. Lalu bapak seharian mengajak anak melakukan kegiatan kunjungan belajar. Bapak mengajar anak-anak homeschooling dengan berkunjung ke pusat alat peraga iptek. Masya Allah, ternyata bapak tidak hanya menjadi ayah yang dirindukkan anak-anaknya, tetapi bapak adalah ayah yang merindukan anak-anaknya.
Awalnya saya menyangka bahwa kerepotan akibat LDR akan lebih banyak dialami oleh saya dan anak-anak. Kenyataannya justru sebaliknya. Saya tidak terlalu merasakan perbedaan kerepotan yang berarti, karena repot mengurus anak adalah pekerjaan sehari-hari. Justru bapak yang merasa “kerepotan” berpisah dengan anak-anak. Berkali-kali terdengar curahan hati dari beliau bahwa LDR dan hidup di kostan itu terasa sepi.
Ummi: “jadi pak enakkan mana? Tinggal barengan sama Ummi dengan repot ngurus anak-anak, atau istirahat dan tidur nyenyak di kostan sendirian? Hehehe”
Bapak: “enakan di rumah mi sama anak-anak”
Ummi: “walau capek dan repot pak?”
Bapak: “iya mi….. Abis nanti juga anak-anak kalo sudah besar kan akan pergi berpisah, masa sih sekarang mereka masih kecil sudah juga berpisah sama bapak”
Cinta anak oh cinta anak……
Cinta yang selalu menimbulkan kerinduan. Bahkan sang ayah rela berlelah-lelah hanya untuk sebuah waktu berkualitas bersama anak-anak. Mengajak anak-anak kunjungan belajar hampir setiap akhir pekan saat bertemu keluarga itu adalah pekerjaan yang membutuhkan energi besar. Kadang bapak harus berjalan sambil menggendong anak-anak yang kelelahan. Belum lagi sampai rumah, anak-anak masih juga ingin bermain kuda-kudaan dengan sang ayah.
Kami memang tidak pernah tau, seberapa lama lagi sisa waktu yang Allah berikan untuk bercengrama dengan mereka. Kami tidak pernah tau berapa banyak lagi kesempatan yang Allah berikan untuk mendidik dan menanamkan kebaikan bagi mereka. Maka sesibuk apapun kami, selelah apapun kami, kami berkomitmen untuk tetap memiliki interaksi dalam kegiatan positif dan berkualitas bersama anak-anak. Terutama kegiatan dalam rangka mentransfer ilmu yang bermanfaat bagi masa depan mereka. Kami tidak dapat menjamin bahwa warisan dalam bentuk harta bagi anak-anak akan tetap ada dan bermanfaat secara berkah selamanya bagi anak-anak. Tetapi kami yakin bahwa menanamkan keimanan dan membekali mereka dengan ilmu yang bermanfaat akan terus menjaga mereka meski kelak kami telah tiada. Kami sadar bahwa kebersamaan dengan mereka tidak akan lama. Kelak mereka akan pergi satu persatu meraih impiannya. Tetapi kami ingin kebersamaan kami bersama mereka hari ini menjadi bekal hidup dan kenangan kisah yang takkan terlupa selama-lamanya. Mencari dunia tidak pernah akan ada puasnya. Mencari harta dengan banyak meninggalkan keluarga juga tidak akan pernah mencapai batas kecukupannya. Maka selagi ada waktu, selagi ada usia, selagi ada kesempatan untuk bersama, disitulah masa dimana kami menanamkan benih kebaikan dan memperkuat cinta diantara keluarga.
Ya, kami memang keluarga homeschoolers. Hampir sebagian besar transfer ilmu untuk anak-anak hadir melalui pengajaran kami berdua. Pernah terlintas berfikir bahwa bagaimana jika sewaktu-waktu saya dipanggil Allah SWT, bagaimana sekolah anak-anak? Astagfirullah, was-was syeitan sering kali berniat menggelincirkan niat baik seorang hamba. Apalagi yang perlu dikhawatirkan ketika sesuatu telah dititipkan kepada Sebaik-baik Penjaga. Allah pula yang kelak akan mengganti dengan sekian guru terbaik untuk anak-anak saat kami tak lagi mampu mengajar mereka. Tetapi biarlah kami terus berburu pahala menjadi pendidik pertama dan utama sampai batas akhir kami tak lagi mampu melakukannya. Selagi masih ada waktu….. Selagi masih ada waktu….. Tak ingin pahala-pahala yang seharusnya dapat kami miliki diambil oleh pihak-pihak lain yang menggantikan beberapa tugas kami. Selagi masih ada waktu…. Selagi masih ada waktu… Kami ingin terjun sendiri mendidik anak-anak kami meski disela-sela kelelahan kami. Semoga Allah segera mengabulkan doa kami untuk kembali berkumpul dalam satu rumah bersama bapak.
Batujajar Jawa Barat
Dari seorang ibu yang berbahagia memiliki keluarga yang saling merindukan
Kiki Barkiah