Beriman Itu Wajib
Iman Itu …
Kejahiliyahan
Pentingnya Bertauhid
Tidak ada suatu perkara yang memiliki dampak yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akherat itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.
Syaikh as-Sa’di rahimahullah, al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 16
Tauhid Ada Dalam Al-Quran
Tauhid
Nasehat Imam Asy-Syafi’i Kepada Muridnya Imam Al-Muzany
Nasehat Emas Imam Syafi’i
Beliau rahimahullah berkata dalam kitab Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i,
Aku melihat pemilik ilmu hidupnya mulia walau ia dilahirkan dari orangtua terhina.
Ia terus menerus menerus terangkat hingga pada derajat tinggi dan mulia.
Umat manusia mengikutinya dalam setiap keadaan laksana pengembala kambing ke sana sini diikuti hewan piaraan.
Jikalau tanpa ilmu umat manusia tidak akan merasa bahagia dan tidak mengenal halal dan haram.
Diantara keutamaan ilmu kepada penuntutnya adalah semua umat manusia dijadikan sebagai pelayannya.
Wajib menjaga ilmu laksana orang menjaga harga diri dan kehormatannya.
Siapa yang mengemban ilmu kemudian ia titipkan kepada orang yang bukan ahlinya karena kebodohannya maka ia akan mendzoliminya.
Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat dan akan aku ceritakan perinciannya dibawah ini:
Cerdik, perhatian tinggi, sungguh-sungguh, bekal, dengan bimbingan guru dan panjangnya masa.
Setiap ilmu selain Al-Qur’an melalaikan diri kecuali ilmu hadits dan fikih dalam beragama.
Ilmu adalah yang berdasarkan riwayat dan sanad maka selain itu hanya was-was setan.
Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru.
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.
Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar,
Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.
Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya,
Maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.
Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.
Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.
Ilmu adalah tanaman kebanggaan maka hendaklah Anda bangga dengannya. Dan berhati-hatilah bila kebanggaan itu terlewatkan darimu.
Ketahuilah ilmu tidak akan didapat oleh orang yang pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian.
Pengagum ilmu akan selalu berusaha baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian.
Jadikanlah bagi dirimu bagian yang cukup dan tinggalkan nikmatnya tidur
Mungkin suatu hari kamu hadir di suatu majelis menjadi tokoh besar di tempat majelsi itu.
***
Disadur dari kitab Kaifa Turabbi Waladan Shalihan (Terj. Begini Seharusnya Mendidik Anak), Al-Maghrbi bin As-Said Al-Maghribi, Darul Haq.
Nasehat Imam Syafi’i Kepada Penuntut Ilmu
Teringat kawan-kawan masa kecil yang cemerlang. Mereka justru akrab dengan rasa lapar. Tetapi mereka amat bersemangat. Lapar kerap jadi pilihan karena mendahulukan ilmu dan mereka justru menjadi cemerlang justru karena itu. Perhatian hanya tertuju pada belajar. Tidak disibukkan oleh urusan makanan. Maka sulit saya memahami penjelasan “sebagian ahli”: tidak sarapan sulitkan belajar
Bersahabat dengan Ustadz bukan karena mengharap nilai yang bagus, tapi untuk meraup ilmu yang barakah dan berlimpah. Dulu kesempatan memijat ustadz merupakan kesempatan penuh manfaat. Memijat merupakan kesempatan mendengar limpahan nasehat ustadz. Ini bukanlah soal joyful learning. Justru ini soal kesediaan berpayah-payah demi meraih ilmu yang lebih utama. Ada semangat di sana.
Bersahabat dengan ustadz bahkan tak hanya terkait kesempatan meraup kesempatan lebih banyak untuk memperoleh curahan ilmu darinya. Lebih dari itu adalah ikatan jiwa antara murid dan guru. Teringat, ketika guru sakit, sedih sekali perasaan ini & bersegera mendo’akan. Ikatan semacam ini menjadikan kehadiran guru senantiasa dinanti dan tutur katanya didengarkan sepenuh hati. Inilah bekal amat berharga.
Ketika murid benar-benar memiliki keterikatan hati dengan guru, cara mengajar yang monoton pun tetap membangkitkan antusiasme. Sebaliknya, ketika guru semata hanya mengandalkan metode mengajar, cara yang atraktif pun tak jarang hanya memikat sesaat di kelas. Murid betah mendengarnya karena menarik dan lucu, tapi tak menumbuhkan antusiasme untuk belajar lebih serius di luar kelas. Apalagi jika salah memahami istilah belajar tuntas sehingga seakan tak perlu lagi belajar setiba di rumah, bahkan hingga tertidur pulas di malam hari. Padahal antusiasnya anak belajar sepulang sekolah merupakan salah satu tanda belajar otentik. Jika kita sangat meminati sesuatu, sakit pun tak menghalangi untuk menekuninya.
Maka membekali murid dengan menumbuhkan sikap percaya kepada guru, hormat serta ikatan emosi dengan guru amat mendesak dilakukan. Dalam hal ini, kita dapat membincang dari kacamata efektivitas pembelajaran. Tapi saya lebih suka melihat dari segi kebarakahan belajar. Masalah “barakah” memang terasa makin asing dalam pembicaraan tentang
pendidikan, hatta itu sekolah Islam. Padahal ini sangat penting.
Prinsip lain yang dinasehatkan oleh Imam Syafi’i rahimahullah bagi penuntut ilmu adalahطُوْلُ زَمَان (memerlukan waktu lama). Seorang santri (murid) harus menyiapkan diri menghabiskan waktu yang panjang untuk mencapai pemahaman yang mendalam terhadap ilmu.
Jauhi sikap instant dan tergesa-gesa (isti’jal) ingin menguasai ilmu dengan segera. Penghambat tafaqquh (upaya memahami secara sangat mendalam) adalah sikap tergesa-gesa. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cepat, tetapi pemahaman yang matang dan mendalam hanya dapat diraih dengan kesabaran dan kesungguhan. Grabbing informations dapat dicapai dengan speed reading. Tetapi untuk pemahaman mendalam, yang diperlukan adalah deep reading.
Kesediaan mencurahkan perhatian dan menempuh proses yang lama merupakan kunci untuk meraih keutamaan-keutamaan ilmu yang sangat tinggi. Banyak hal yang dapat dipelajari dalam waktu singkat. Tapi untuk menghasilkan penguasaan yang matang kerap memerlukan waktu panjang. Meski demikian, sekedar siap menjalani masa yang panjang tidak banyak bermakna apabila tidak disertai ketekunan. Ada kesabaran, ada ketekunan.
Sebagian ilmu menuntut ketekunan untuk masa yang panjang. Keduanya diperlukan. Ini memerlukan daya tahan yang tinggi. Ada orang yang cerdas sehingga mudah memahami. Tapi ada sebagian ilmu yang menuntut ketekunan, masa yang panjang dan sekaligus kecerdasan. Dalam bidang sains pun sabar, tekun dan cerdas diperlukan secara bersamaan. Semisal untuk bidang yang memerlukan observasi longitudinal.
Jika ada guru yang bertanya, apa bekal penting bagi seorang murid, maka nasehat Imam Syafi’i rahimahullah ini yang seharusnya ditanamkan kuat-kuat. Ditanamkan kuat-kuat hingga membekas. Bukan sekedar menjadi pengetahuan sekilas. Semoga ini dapat membentuk sikap belajar yang kuat dan mantap.
Jika adab tertanam kuat dan sikap belajar mengakar dalam diri murid, maka guru yang monoton pun akan didengar sepenuh perhatian. Lebih-lebih guru yang bagus kemampuannya mengajar. Tetapi sekedar pintar mengajar, tak bermakna jika murid lemah adabnya buruk sikapnya.
Sekian. Meski masih tertatih mengais hikmah, semoga ada yang dapat kita amalkan. Mohon koreksi.
—————–
Nasehat Imam Syafi’i Kepada Penuntut Ilmu
Oleh: Ustadz Mohammad Fauzil Adhim